Iklan

Iklan dalam feed

makalah perkawinan antar agama



M A K A L A H


PERKAWINAN ANTAR AGAMA


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Masail Fiqih Al-Hadist

DOSEN  :………………………
















 













DISUSUN OLEH :

Nama              : …………………….
Jurusan           : …………………..
Semester        : ‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’)
Lokal              : ……………….






SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
RASYIDIYAH KHALIDIYAH (RAKHA)
AMUNTAI 2009

BAB I
PENDAHULUAN

Membicarakan masalah perkawinan selalu menarik, karma dalam lembaga yang unik ini penjumlahan dalam matematika tidaklah berlaku : satu tambah satu sama dengan dua. Dalam lembaga istemewa ini mungkin saja satu tambah satu sama dengan tiga , empat ,lima atau kalau dikaitkan dengan program keluarga berencana terutama bagi pegawai negri, satu tambah satu tidak mungkin lebih empat atau sebanyak-banyaknya sampai kepada lima hasilnya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas masalah yang muncul di lingkungan sosial masyarakat yang menarik untuk dikaji terutama pokok permasalahan yang ada yaitu pernikahan, akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah pernikahan antar agama yang timbul dilingkungan masyarakat yang pada dasarnya mayoritas beragama islam, baik yang dilihat secara langsung oleh masyarakat atau melalui media masa, dari situ masyarakat akan muncul pertanyaan, boleh atau tidak? (dalam pandangan islam).
 Permasalahan tersebut perlu adanya pemecahan yang mendasar yang bisa diterima oleh masyarakat awam atau akademik, permasalan yang timbul akan mendapat tanggapan beragam dari masyarakan, baik yang positif atau negative.
Semua mazhab sepakat bahwa laki-laki dan perempuan muslim tidak boleh kawin dengan orang-orang yang tidak mempunyai kitab suci atau yang dekat dengan kitap suci (syibh kitab). Orang-orang yang masuk dalam katagore ini adalah para penyembah berhala, penyembah matahari, bintang, dan benda-benda lain yang mereka puja dan setiap orang zindik yang tidak percaya kepada Allah SWT.
Al Maududi berkata bahwa orang-orang non-muslim bisa dibedakan dalam dua kelompok :
1.      Kelompok yang amat jauh dari agama islam peradapannya dan kepercanyaannya terhadap penyembah berhala dan kaum atheis. Mengawini wanita dari kelompok ini hukumnya haram mutlak.
2.      Kelompok yang agak dekat dengan agama islam seperti orang-orang ahli kitab yang percaya kepada Allah SWT dan hari akhir. Islam telah membolehkan kawin dengan wanita dari kelompok ini, apabila dalam keadaan darurat atau terpaksa, sehingga tidak tergelincir dalam perbuatan yang diharamkan Allah SWT.
Hal ini telah dijelaskan dalm ayat 5 surah Al maidah yang artinya “Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hokum-hukum islam) maka hapuslah amalnya dan ia dihari akhir termasuk orang-orang merugi”. (Q.S. Al Maidah:5).
Pada akhir ayat tersebut terdapat peringatan bahwa kawin dengan wanita non-muslimah bisa mengancam keimanan. Jadi jelaslah bahwa syariat islam hanya akan memperbolehkan perbuatan. Yang membahayakan keimanan ini –jikalau orang islam hanya akan dalam keadaan yang luar biasa dan untuk kebutuhan yang luar biasa pula. Jadi, boleh hukumnya tapi merupakan rukhsan (keringanan hokum).
Di saat islam mencapai kejayaan, sahabat Umar r.a meberi peringatan keras kepada umat islam, beliau berkata : “Dengan diperbolehkannya mengawini wanita ahli kitab, dikawatirkan ada wanita pelacur dari ahli kitab yang menyusup kedalam tubuh umat islam. Maka sebaiknya umat islam jangan sampai menggunakan rukhsan. Dengan demikian hokum mengawini wanita kitabiyah berada diatas makruh.
Sebagai mana juga telah di katakan oleh Al-Maududi bahasa wanita-wanita. Barat telah lama berusaha masuk mempengruhi kehidupan social umat islam dan mereka berupaya sekuat tenaga untuk menumbangkan peradapan islam. Lebih jauh dari itu, hal yang demikian ini bisa mengakibatkan timbulnya nilai-nilai politis yang tidak di keluar dari umat islam.


















BAB II
PERKAWINAN ANTAR AGAMA

A.     Pengertian Perkawinan Antar Agama
Dalam kepustakaan hukum di Indonesia, istila perkawinan campuran mempunyai arti yang luas. Kedalamnya termasuk juga perkawinan antara orang-orang yang kewarganegaraan , tempat, golongan dan agama, berlainan pada hukum yang mengarah perkawinan mereka. Yang di maksud perkawinan campuran di dalam tulisan ini adalah perkawinan campuran dalam arti yang sempit yaitu perkawinan antara dua orang, pria dan wanita, yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan agama. Perkawinan campuran disini dapat pula disebut perkawin antara dua orang yang berbeda agama, dalam kepustakaan dan juga media massa, sering disebut perkawinan antara agama.
B.     Pandangan Terhadap Perkawinan Beda Agama
Mengenai perkawinan beda agama ini ada beberapa pandang dan pendapat membicarakan tentang hal ini :
1.      Menurut Agama-Agama yang ada di Indonesia.
Semua agama yang ada dan diakui keberadaannya dalam Negara Repoblik Indonesia, padahakikatnya, berpendapat bahwa perbedaan agama merupakan halangan bagi pria dan wanita untuk mengesahkan perkawinan selama sah. Sebagai contoh “ambillah agama katolik, protestan, dan islam, dan agama-agama yang relatif banyak penduduknya ditanah air kita”.
Agama katolik dengan tegas menyatakan bahwa “perkawinan antar seorang katolik dengan agama lain, tidak tidak sah (kanon 1086).” Namun demikian bagi mereka yang sudah tidak mungkin lagi dipisahkan, karena cintanya sudah terlanjur medalam,pejabat gereja yang berwenang, yakni dapat memberikan dispensasi (pengecualian dari aturan umum untuk suatu keadaan yang khusus dengan jalan mengetahui pemeluk agama katolik dengan pemeluk agma lain, asal kedua-duanya memenuhi syarat yang ditentukan dalam hokum gereja kawin 1125.
2.      Menurut Undang-undang Perkawinan.
Undang-undang perkawinan mulai ber laku secara efektif tanggal 1 oktober 1975 mempunyai ciri khas kalau di bandingkan dengan hokum sebelumnya terutama dengan undang-undang atau peratuan yang di buat oleh kolonial belanda dahulu yang menganggap perkawinan antar seorang pria dan wanita hanya hubungan sekunder, hubungan sipil atau perdata saja, lepas sama sekali dengan agama atau hokum agama.
Prof. Daud ali berpendapat diantaranya : perkawinan antara orang-orang yang bertbeda agama dengan cara pengungkapannya, sesunggahnya tidak sah menurut agama yang diakui keberadaannya  dalam negara republic Indonesia dank arena sahnya perkawinan didasarkan pada hokum agama, maka perkawinan yang tidak sah menurut hokum agama, tidak sah pula menurut undang-undang perkawinan Indonesia. Undang-undang perkawinan yang termaktub dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 berasaskan agama. “Artinya sah tidaknya perkawinan seseorang ditentukan oleh hokum agamanya. Ini sesuai dengan cita-cita hukum di indonesia, pancasila merupakan salah satu kaidah punda mental negara yaitu ketuhanan yang maha Esa yang disebut dan dirumuskan dalam pembukaan dan dirumuskan dalam batang tubuh undang-undang dasar 1945 pasal 29 ayat 1 antar agama.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan perkawinan antar agama yaitu :
-         Pendapat 1 yang mengatakan bahwa perkawinan antara orang-orang yang berbeda agama dapat saja di langsungkan sebagai pelaksanaan hak asasi manusia, kebebasan seseorang untuk menentukan pasangannya, hak dan kedudukan manusia suami dan istri yang seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bewrsama dalam masyarakat. Menurut pendapat ini perkawinan, perkawinan mempergunakan S 1898 no.158 tentang perkawinan campuran peninggalan belanda dahulu sebagai landasan dan mencatatkannya pada kantor sipil ditempat mereka melangsungkan perkawinan, perbedaan agama. Menurut pendapat ini tidak boleh menjadi penghalang di langsungkannya perkawinan.
-         Pendapat (2) mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, tidak mengatur perkawinan campuran orang-orang yang berbeda agama. Menurut pendapat ini, perkawinan antara pasangan yang berbeda agama adalah suatu kenyataan. Dalam masyarakat majemuk, seperti Indonesia, sulit untuk mencegah adanya orang-orang berbeda agama yagn saling jatuh cinta dan ingin menjalin hubungan dalam bentuk keluarga. Karena itu, kata penganut pendapat ini, perlu dirumuskan ketentuan hukumnya. Daripada membiarkan kemaksiatan, demikian penganut pendapat ini berargumentasi lebih lanjut, lebih baik membenarkan atau mensahkan perkawinan orang-orang yang saling jatuh cintah itu, meskipun keyakinan agama yang mereka anut berbeda.
-         Pendapat (3) mengatakan bahwa perkawinan campuran antara orang-orang yang berbeda agama tidak dikehendaki oleh pembentuk Undang-Undang yaitu pemerintah dan DPR Republik Indonesia. “Kehendak itu dengan tegas dinyatakan dalam pasal 2 ayat (1) Mengenai sahnya perkawinan dan pada pasal pasal 8 huruf (f) mengenai larangan perkawinan “dengan jelas dirumuskan bahwa “Perkawinan dilarang antara lain dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan yang berlaku di larang kawin.” Artinya Undang-Undang Perkawinan melarang dilangsungkan atau disahkan perkawinan yang dilarang oleh agama dan peraturan lain yang berlaku dalam negara Republik Indonesia. Oleh karena itu pula pembenaran dan pengesahan perkawinan campuran orang-orang yang berbeda agama, selain bertentangan dengan agama atau hukum agama, juga bertentangan pula dengan undang-undang perkawinan yang berlaku bagi segenap warga negara dan penduduk Indonesia.
Bahwa mengenai perkawinan beda agama ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang perkawinan antara umat beragama berdasarkan keputusan No. 05/Kep/Munas II/MUI/1980. “Fatwa tersebut berisi ; (1) perkawinan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim adalah haram hukumnya (2) seorang laki-laki muslim diharamkan mengawini wanita bukan muslim, tentang perkawinan antara laki-laki muslim dan wanita ahli kitab terdapat perbedaan pendapat. Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar daripada maslahatnya maka Majelis Ulama Indonesia memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram.
3.      Menurut Pandangan Ajaran Agama Islam
Mengenai perkawinan antara orang-orang yang berbeda agama Islam telah mengatur secara jelas dan tegas melarang perkawinan dengan orang musyrik sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah (2) : 221 ;
ولا تنكحوا المشركت حتى يؤمن
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman”

Larangan serupa juga ditujukan kepada para wali agar tidak menikahkan perempuan-perempuan yang berada dalam perwaliannya kepada laki-laki musyrik
ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا
Artinya “Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita muslim) sebelum beriman (Q.S. Al Baqarah : 221)

Jalan yang lebih aman adalah menghindarkan dari persoalan-persoalan yang banyak mengandung teka-teki dan memilih jalan yang sudah jelas arahnya, yaitu menikah dengan sesama muslim. Dengan demikian resiko yang dihadapi lebih kecil dalam membina rumah tangga.
Dalam agama Islam ada suatu prinsip yaitu suatu tindakan preventif (pencegahan) ibaratnya menjaga kesehatan lebih utama atau lebih baik dari pada mengobatinya setelah dibiarkan sakit lebih dahulu, membenarkan perkawinan dengan non muslim berarti mengundang penyakit, yaitu penyakit kufur (murtad), menghindari menikah dengan mereka, berarti telah mengadakan preventif (pencegahan). Dalam istilah agama dikenal dengan سد الدريعة) (menutup jalan) yaitu “ Menjaga sebelum terjadi hal-hal yang tidak baik.
Tujuan setiap orang dalam berumah tangga (perkawinan) adalah untuk memperoleh ketentraman dan ketenangan jiwa serta mendapatkan keturunan yang baik (shaleh)
C.     Perkawinan Pria Muslim dengan Wanita Bukan Ahli Kitab
Perkawinan pria muslim dengan wanita bukan ahli kitab terbagai menjadi :
a.       Perkawinan dengan wanita penyembah berhala
Para ulama telah sepakat, bahwa pria muslim tidak boleh kawin dengan wanita penyembah berhala dan penyembah benda-benda lainnya, karena mereka termasuk orang-orang kafir. Sebagaimana firman Allah SWT.
ولاتمسكوا بعصم الكوافر ... (المتحتة : ۱٠)
Artinya : “Dan janganlah kamu tatap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir (Al-Muntahanah : 10)

b.      Perkawinan dengan wanita majusi
Pria muslim juga tidak diperbolehkan menikah dengan wanita majusi (penyembah api) sebab mereka tidak termasuk ahli kitab. Demikian pendapat jumhur ulama dan yang dimaksud dengan ahli kitab adalah Yahudi dan Nasrani.
Sedangkan golongan zahiriyah memperbolehkan pria muslim menikah dengan wanita majusi, karena orang-orang majusi dimasukkan ke dalam kelompok ahli kitab. Dalam persoalan ini, yang dipandang paling tepat adalah pendapat Jumhur Ulama’ yaitu pria muslim tidak dibenarkan menikah dengan wanita majusi sebab mereka tidak termasuk ahli kitab. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT.
أن تقو لوا انما انزل الكتب على طائفتين من قبلنا وان كنا عن دراستهم لغلفون (الانعام : ١٥٧)
Artinya “ (kami turunkan Al-Qur’an itu) agar kamu (tidak) menyatakan : bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan (Yahudi dan Nasrani) saja sebelum kami dan setengahnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca (Al-An’am : 156)
c.       Perkawinan dengan Wanita Musyrik
Agama islam tidak memperkenakan pria muslim kawin dengan wanita musyrik, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT.
ولاتنكحوا المشركت حتى يؤمن ولآمة مؤمنة خير من مشركة ولو أمجبتكم ... (البقرة : ٢٢١)
Artinya ; “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum beriman sesungguhnya wanita buday yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu (QS. Al-Baqarah : 221)
d.      Perkawinan dengan wanita Shabi’ad
Shabi’ah adalah satu golongan dalam agama Nasrani, Shabi’ah dinisbatkan kepada shab peran Nab Nuh as. Adapula yang terdapat dinamakan shabiah, karena  berpindah ada yan mengatakan termasuk ahli kitab dan adapula yang mengatakan bukan,dengan demikian, hukum perkawinan dengan wanita shabiah denagn berbeda pendapat, tentang abu hanifah berpendapat bolh kawin dengan wanita shabiah mazhab maliki tidak membolehkan.
a)      Menurut pendapat jumhur ulama baik hanafi, syafii dengan hambali seorang pria muslim diperbolehkan menikah wanita ahli kitab yang berbeda lingkungan (kekuasaan) negara Islam (Ahli Dzimmah)
b)      Golonan syiah Imamiyah, dan syi’ah zailiyah berpendapat bahwa para muslim tidak boleh kawin dengan ahli kitab.
Dalam kaidah fiqih mengatakan “menghindari dari mudharaf harus didahulukan ata mencari/menarik maslahat (kebaikan). Setelah dipikirkan lebih banyak mudharafnya dari pada manfaatnya. Umpamanya dengan alasandakwah supaya wanita non muslim memeluk agama tetapi yagn dikhawatirkan kalau kita yang sebaliknya terpengaruh dan akhirnya pindah agama.
Menurut sementara, ulama walaupun ada ayat yang membolehkan perkawinan pria muslim dengan wanita ahli kitab (penganut agama yahudi dan nasrani) yakni surat Al-Maidah : 5 menyatakan :
والمحصنت من المؤمنت والمؤمنت المحصنت من الذين اوتو الكتاب
Artinya “Dan (dihalalkan pula) bagimu (mengawini) wanita,-wanita terhormat diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang terhormat diantara orang-orang yang dianugerahi kitab (suci) (Q.S. Al-Maidah : 5)
Tetapi izin tersebut telah digugurkan oleh surat Al Baqarah : 221
ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا
Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi orang-orang musyrikk (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman”, (Q.S. Al Baqarah 2211)
Dan perlu diperjelas pula dalam Al-Qur’an menyebutkan tentang halalnya wanita kitabiyah bagi laki-laki muslim, setiap Al-Qur’an tidak menyangkutkan tentang halalnya wanita muslimah bagi laki-laki kitabiyah dengan alasan maka para ulama mengharamkan : firman Allah SWT
ولا يجعل الله للكفرين على المؤمنين سبيلا
Artinya : Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman (QS. An-Nisa : 141)
Demikianlah garis yang disyariatkan Allah SWT agar dakwah kepada ahli kitab dilakukan dengan perbuatan, agama memperbolehkan orang muslim menikahi dengan wanita kitabiyah, karena dengan perkawinan itu diharapkan memperoleh tali kekeluargaan dengan keluarga ahli kitab apabila kesan muslim seperti yang dikehendaki Islam, dengan kehalusan budi pekerti yang baik, kebaikan hatinya itu akan menarik keluarga isterinya kepada Islam, dengan kehalusan budi pekerti tanpa disadari mereka akan tertarik dan kemudian memeluk Islam, karena kebaikan hati dan pergaulan dari pihak suami besar pengaruhnya bagi sang isterinya dan bukan sebaliknya.

BAB III
KESIMPULAN
Sesungguhnya Perkawinan Berbeda Agama, dengan berbagai cara pengungkapannya sesungguhnya tidaklah sah menurut agama yang diakui keberadaannya dalam negara Republik Indonesia. Dan, karena sahnya perkawinan didasarkan pada hukum agama, maka perkawinan yang tidak sah menurut hukum agama, tidak sah pula menurut Undang-Undang perkawinan Indonesia
Ketentuan-ketentuan Seorang muslim mengawini wanita non muslimah Al-Maududi berkata bahwa orang-orang nonmuslim bisa dibedakan dalam dua kelompok :
1.      Kelompok yang amat jauh dari agama Islam, peradabannya dan kepercayaannya seperti kaum menyembah berhala dan kaum Atheis. Mengawini wanita dari kelompok ini hukumnya haram mutlak.
2.      Kelompok yang agak dekat dengan Islam seperti orang-orang Ahli Kitab yang percaya kepada Allah dan hari akhir. Islam telah membolehkan kawin dengan wanita dari kelompok ini, apabila dalam keadaan darurat atau terpaksa, sehingga tidak tergelincir dalam perbuatan yang diharamkan Tuhan.
Hal ini dijelaskan dalam ayat 5 Surat Al-Maidah, dimana ayat tersebut diakhiri dengan firman Allah : Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia dihari kiamat termasuk orang-orang merugi” (Q.S. Al-Maidah : 5)
Pada surat diatas memberi peringatan bahwa kawin dengan wanita non muslimah bisa mengancam keimanan. Jadi jelaslah bahwa syariat Islam hanya akan membolehkan perbuatan yang membahayakan keimanan ini jikalau orang Islam dalam keadaan yang luar biasa dan untuk kebutuhan yang luar biasa pula. Jadi, boleh hukumannya tapi merupakan rukhsah (keringanan hukum).
DAFTAR PUSTAKA



Abdul Mutaal Muhammad Al-Jabry, Perkawinan campuran menurut pandangan Islam, Bulan Bintang, Jakarta 1988 h 2-3
Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H. Hukum Islam dan Peradilan Agama (Kumpulan tulisan), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta Lentera, 2006           h. 336 - 337




Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "makalah perkawinan antar agama"